1.
Pancasila sebagai dasar etika kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai mana
dipahami bahwa sila-sila Pancasila adalah merupakan suatu sistem nilai, artinya
setiap sila memang mempunyai nilai akan
tetapi sila saling berhubungan, saling ketergantungan secara sistematik dan
diantara nilai satu sila dengan sila lainnya memiliki tingkatan. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan
nilai-nilai etika yang terkandung dalam pancasila merupakan sekumpulan nilai
yang diangkat dari prinsip nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Nilai-nilai tersebut berupa nilai religious, nilai adat istiadat, kebudayaan
dan setelah disahkan menjadi dasar Negara terkandung di dalamnya nilai
kenegaraan.
Dalam kedudukannya
sebagai dasar filsafat Negara, maka nilai-nilai pancasila harus di jabarkan
dalam suatu norma yang merupakan pedoman pelaksanaan dalam penyelenggaraan
kenegaraan, bahkan kebangsaan dan kemasyarakatan. Terdapat dua macam norma
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu norma hukum dan norma moral atau
etika. Sebagaimana diketahui sebagai suatu norma hukum positif, maka pancasila
dijabarkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang ekplisit, hal itu
secara kongkrit dijabarkan dalam tertib hukum Indonesia. Namun, dalam
pelaksanaannya memerlukan suatu norma moral yang merupakan dasar pijak
pelaksanaan tertib hukum di Indonesia. Bagaimanapun baiknya suatu peraturan
perundang-undangan kalau tidak dilandasi oleh moral yang luhur dalam
pelaksanaannya dan penyelenggaraan Negara, maka niscahaya hukum tidak akan
mencapai suatu keadilan bagi kehidupan kemanusiaan.
Selain itu
secara kausalitas bahwa nilai-nilai pancasila adalah berifat objektif dan
subjektif. Artinya esensi nilai-nilai pancasila adalah universal yaitu
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Sehingga
memungkinkan dapat diterapkan pada Negara lain barangkali namanya bukan
pancasila. Artinya jika suatu Negara menggunakan prinsip filosofi bahwa Negara
berketuhana, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan berkeadilan, maka
Negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari nilai sila-sila
pancasila.
Nilai-nilai pancasila bersifat
objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rumusan dari sila-sila pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat
maknanya yang terdalam menunjukkan adanya sifat-sifat umum universal dan
abstrak, karena merupakan suatu nilai.
2. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam
kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat
kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan, maupun dalam kehidupan keagamaan.
3. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu
hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental Negara sehingga
merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu dalam
hierarki suatu tertib hukum hukum Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum
yang tertinggi. Maka secara objektif tidak dapat diubah secara hukum sehingga
terlekat pada kelangsungan hidup Negara. Sebagai konsekuensinya jika nilai-nilai
pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu diubah maka sama halnya
dengan pembubaran Negara proklamasi 1945, hal ini sebagaimana terkandung di
dalam ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, diperkuat Tap. No. V/MPR/1973. Jo. Tap.
No. IX/MPR/1978.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif
Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai pancasila itu bergantung
atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Pengertian itu dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa
Indonesia sebagai bangsa kausa materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil
pemikiran, penilaian kritis, serta hasil refleksi fiosofis bangsa Indonesia.
2. Nilai-nilai pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa
Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber
nilai atas nilai kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
3. Nilai-nilai pancasila di dalamnya terkandung ke tujuh nilai-nilai kerohanian
yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis dan
nilai religius yang manifestasinya
sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian
bangsa.
Nilai-nilai pancasila itu bagi
bangsa Indonesia menjadi landasan, dasar serta motivasi atas segala perbuatan
baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam kehidupan kenegaraan. Dengan
kata lain bahwa nilai-nilai pancasila merupakan das sollen atau cita-cita tentang kebaikan yang harus diwujudkan
menjadi suatu kenyataan atau das sein.
Di era sekarang sekarang ini,
tampaknya kebutuhan akan norma etika untuk kehidupan berbangsa dan bernegara
masih perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal ini terwujud dengan
keluarnya ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat yang merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila
sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang merupakan
cerminan dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam
kehidupan bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat bertujuan untuk:
1.
Memberikan
landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan kehidupan
kebangsaan dalam berbagai aspek
2.
Menentukan
pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
3.
Menjadi
kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut:
a.
Etika
sosial dan Budaya
Etika ini bertolak dari rasa
kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling
peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan
tolong-menolong di antara sesame manusia dan anak bangsa. Senada dengan itu
juga menghidupkansuburkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan
semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
b.
Etika
pemerintahan dan politik
Etika ini
dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efesien, dan efektif
serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan,
tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam
persaingan, serta menjujunjung tinggi hak asasi manusia.
c.
Etika
ekonomi dan bisnis
Etika ini
bertujuan agar prinsip dan prilaku ekonomi baik oleh pribadi, institusi, maupun
keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan ekonomi dengan kondisi yang
baik dan realitas.
d.
Etika
penegakan hukum yang berkeadilan
Etika ini
bertujuan agar penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak
diskriminatif terhadap setiap warga Negara di hadapan hukum, dan menghindarkan
peggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan.
e.
Etika
keilmuan dan disiplin kehidupan
Etika ini
diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan teknologi
agar mampu berpikir rasional, kritis, logis, dan objektif.
Dengan
berpedoman pada etika kehidupan berbangsa tersebut, penyelenggara Negara dan
warga Negara berprilaku secara baik bersumber pada nilai-nilai pancasila dalam
kehidupannya. Etika kehidupan berbangsa tidak memiliki sanksi hukum. Namun
sebagai semacam kode etik, pedoman etik berbangsa memberikan sanksi moral bagi
siapa saja yang berprilaku menyimpang dari norma-norma etik yang baik. Etika
kehidupan berbangsa ini dapat kita pandang sebagai norma etik Negara sebagai
perwujudan dari nilai-nilai dasar Pancasila.
Etika dan moral
bagi manusia dalam kehiduan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, senantiasa
bersifat relasional. Hal ini berarti bahwa etika serta moral yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila, tidak dimaksudkan untuk manusia secara pribadi,
namun secara relasioanal senantiasa memiliki hubungan dengan yang lain baik
kepada Tuhan yang maha esa maupun kepada manusia lainnya.
Sumber:
Winarno. 2006. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Bumi Aksara
Kaelan, dan Zubaidi, Achmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan. 2009. Filsafat Pancasila. Yogyakarta:
Paradigma.
2.
Pancasila sebagai sistem dan sistem filsafat secara hierarkis dan Piramidal
Pancasila yang terdiri atas lima
sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud sistem adalah
suatu kesatuan bagiam-bagian yang saling berhubungan, kerja sama untuk satu
tujuan tertentu dan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Ciri-ciri sistem:
a.
Suatu
kesatuan bagian-bagian
b.
Bagian-bagian
tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c.
Saling
berhubungan dan ketergantungan
d.
Untuk
mencapai tujuan yang sama.
e.
Terjadi
dalam suatu lingkungan yang komplek (shore dan Voich, 1974:22).
Pancasila yang terdiri atas
bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila. Setiap sila pada hakikatnya merupakan
suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri, tujuan tertentu yaitu suatu
masyarakat yang adil makmur berdasarkan Pancasila.
Isi sila-sila pancasila pada
hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Dasar filsafat Negara Indonesia terdiri
atas lima sila yang masing-masing suatu asas beradab. Namun demikian sila-sila
pancasila itu bersama-sama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, setiap sila
merupakan suatu unsure (bagian yang mutlak) dari kesatuan pancasila.
Sila-sila Pancasila yang merupakan
sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Antara
sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling
mengkualifikasi. Sila yang satu dikualifikasi oleh sila-sila lainnya. Dengan
demikian maka Pancasila pada hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian
bahwa bagian-bagian pancasila berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu
struktur yang menyeluruh. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami
dari pemikiran dasar yang terkandung dalam pancasila yaitu pemikiran tentang
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri,
dengan sesama manusia, dan dengan masyarakat bangsa Indonesia yang
nilai-nilainya telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Pancasila
sebagai suatu sistem mempunyai susunan secara hirarkis dan piramidal. Piramidal
menggambarkan hubungan hierarki sila-sila dari pancasila dalam urutan yang luas
(kuantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya (kualitas). Kalau dilihat dari
intinya, urut-urutan lima sila menunujukkan suatu rangkaian tingkat dalam
luasnya dan isi sifatnya, jika lima sila itu mempunyai maksud yang demikian,
maka diantara kelima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lain
sehingga Pancasila merupakan suatu kesatuan keseluruhan yang bulat.Andai sila
satu dengan sila yang lainnya tidak mempunyai sangkut- pautnya, maka Pancasila
itu sendiri akan menjadi terpecah-pecah, oleh karena itu tidak dapat dijadikan
suatu asas kerohanian bagi suatu Negara.
Dalam susuan
hirarkis dan pyramidal ini, maka Ketuhanan yang maha esa menjadi basis
kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan, dan keadilan. Sebaliknya
Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun,
memelihara, dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan
berkeadilan social demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila mengandung
sila-sila lainnya.
Rumusan Pancasila yang bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
1.
Sila
pertama: Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2.
Sila
kedua: kemanusiaan yang adil beradab adalah meliputi dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjiwai sila-sila persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan,
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.
Sila
ketiga: Persatuan Indonesia, diliputi oleh Ketuhanan yang maha esa dan menjiwai
sila-sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan,
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.
Sila
keempat: kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan/perwakilan, adalah dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.
Sila
kelima: keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan
dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan/perwakilan.
Secara ontologis kesatuan sila-sila
pancasila sebagai suatu sistem bersifat hirarkis dan berbentuk pyramidal yaitu:
Bahwa hakikat adanya Tuhan adalah
ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa Prima. Oleh karena itu segala
sesuatu yang ada termasuk manusia yang diciptakan oleh Tuhan (sila 1). Adapun
manusia adalah sebagai subjek pendukung Negara, karena Negara adalah lembaga
kemanusiaan, Negara itu adalah sebagai persekutuan hidup bersama yang
anggotanya adalah manusia (sila 2). Maka Negara adalah akibat adanya manusia
yang bersatu (sila 3). Sehingga terbentuklah persekutuan hidup bersama yang
disebut rakyat. Rakyat adalah sebagai totalitas individu-individu Negara yang
bersatu. (sila 4). Keadilan pada hakikatnya merupakan tujuan suatu keadilan
dalam hidup bersama atau dengan kata lain perkataan keadilan sosial (sila 5).
Sebagai suatu sistem filsafat pancasila memiliki dasar ontologis,
dasar epistomologis, dan dasar aksiologis. Dasar ontologis pancasila pada
hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis. Subjek
pendukung pokok sila-sila pancasila adalah manusia, yaitu bahwa yang
berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
bepersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta yang berkeadilan sosial pada hakikatnya
adalah manusia.
Dasar epistomologis Pancasila pada
hakikatnya tidak bisa dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Karena hal yang
mendasar dalam epistomologis yaitu, pertama tentang sumber pengetahuan manusia,
kedua teori tentang kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak
pengetahuan manusia. Kemudia sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
juga memilki satu kesatuan dasar aksiologisnya, yaitu nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila yang pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Sumber: Kaelan. 2009. Filsafat
Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan.2000. Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan, dan Zubaidi, Achmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan.
Yogyakarta: Paradigma.
3.
Identitas Nasional sebagai
karakter bangsa
Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada
suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan
hal-hal lain. Nasional berasal dari kata Nation yang memiliki arti bangsa,
menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat,
cita-cita, tujuan serta ideologi bersama. Jadi, Identitas Nasional Indonesia
adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya
dengan bangsa-bangsa lain di dunia. identitas Nasional Indonesia meliputi
segenap yang dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain
seperti kondisi geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, demografi atau
kependudukan Indonesia, ideolgi dan agama, politik negara, ekonomi, dan
pertahanan keamanan.
Berdasarkan hakikat pengertian “identitas
Nasional” sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa
tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih popular disebut
sebagai kepribadian suatu bangsa. Pengertian kepribadian suatu bangsa adalah
keseluruhan atau totalitas dari kepribadian individu-individu sebagai unsur
yang membentuk bangsa tersebut.Oleh karena itu pengertian identitas nasional
suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan pengertian “peoples character” atau
“National Identity”. Dalam hubungannya dengan identitas nasional Indonseia,
kepribadian bangsa Indonesia kiranya sangat sulit jikalau hanya dideskripsikan
berdasarkan cirri khas fisik. Hal ini mengingat bangsa Indonesia itu terdiri
atas berbagai macam unsure etnis, ras, suku, kebudayaan, agama, serta karakter
yang sejak asalnya memang memiliki perbedaan. Oleh karena itu kepribadian
bangsa Indonesia sebagai suatu identitas nasional secara historis berkembang
dan menemukan jati dirinya setelah Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Proses pembentukan identitas nasional
umumnya membutuhkan waktu dan perjuangan panjang diantara warga bangsa-negara
yang bersangkutan. Hal ini disebabkan identitas nasional adalah hasil kesepakatan
masyarakat bangsa itu.
Setelah bangsa Indonesia bernegara, mulai
dibentuk dan disepakati apa-apa yang dapat menjadi identitas nasional
Indonesia. Bisa dikatakan bangsa Indonesia relative berhasil dalam membentuk
identitas nasionalnya kecuali pada saat proses pembentukan ideology.
Beberapa bentuk identitas nasional
Indonesia yang membedakan dengan bangsa lain yang menunjukkan karakter bangsa
Indonesia.
a.
Bahasa
nasional atau bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia berawal
dari rumpun bahasa melayu yang dipergunakan sebagai bahasa pergaulan yang
kemudian diangkat sebagai bahasa pergaulan yang kemudian diangkat sebagai
bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928. Bangsa Indonesia sepakat bahwa
bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional sekaligus sebagai identitas nasional
Indonesia.
b.
Bendera
Negara yaitu sang merah putih, warna merah berarti berani dan putih berarti
suci. Lambang merah putih sudah dikenal pada masa kerajaan Indonesia yang
kemudian diangkat sebagai bendera Negara.
c.
Lagu
Kebangsaan yaitu Indonesia Raya, Indonesia raya sebagai lagu kebangsaan yang
pada tanggal 28 Oktober 1928 dinyanyikan untuk pertama kali sebagai lagu
kebangsaan Negara.
d.
Lambang
Negara yaitu Garuda Pancasila
Garuda
adalah burung khas Indonesia yang dijadikan lambang Negara.
e.
Semboyan
Negara adalah bhineka Tunggal Ika. Bhineka tunggal Ika artinya berbeda-beda
tetap satu jua. Menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa heterogen,
namun tetap berkeinginan untuk menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia.,
f.
Dasar
falsafah Negara yaitu Pancasila, berisi lima dasar yang dijadikan sebagai dasar
filsafat Negara Indonesia. Pancasila
merupakan identitas nasional yang berkedudukan sebagai dasar Negara dan
ideology nasional Indonesia.
g.
Konstitusi(Hukum
Dasar) Negara yaitu UUD 1945..
Merupakan
hukum tertulis yang menduduki tingkatan tertinggi dalam tata urutan perundangan
dan dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan Negara.
h.
Bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Bentuk Negara
adalah kesatuan, sedang bentuk pemerintahan adalah republik. System politik
yang digunakan adalah demokrasi.
i.
Konsepsi
Wawasan Nusantara, sebagai cara pandang
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan
memiliki nilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa,
serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
j.
Kebudayaan
daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional, berbagai kebudayaan
dari kelompok-kelompok bangsa Indonesia yang memiliki cita rasa tinggi, dapat
dinikmati dan diterima oleh masyarakat luas yang merupakan kebudayaan Nasional,
kebudayaaan nasional adalah puncak-puncak dari kebudayaan daerah.
Menurut
saya cara untuk menanamkan identitas Nasional sebagai karakter bangsa sehingga
menjadi pendidikan karakter diantaranya:
1.
Menanamkan
pada diri sendiri akan kebanggaan terhadap bangsa Indonesia yang berbeda dengan
bangsa lain.
2.
Menumbuhkan
rasa cinta terhadap tanah air seperti: Bendera Merah Putih, Lambang Negara,
Bahasa Indonesia, dan sebagainya.
3.
Menjadikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, lingkungan
masyarakat, maupun di dalam keluarga.
4.
Mencintai
mata uang rupiah sebagai alat tukar yang sah dalam ekonomi Indonesia, serta
salah satu ciri khas yang membedakan dengan bangsa lain.
5.
Mempertahankan
kebudayaan nusantara yang beragam sebagai bukti kekayaan budaya Indonesia.
6.
Mentaati
hukum yang berlaku di Indonesia, sebagai bukti bahwa Negara Indonesia adalah
Negara hukum.
7.
Menjaga
kekayaan alam Indonesia agar tidak diambil oleh pihak yang tidak bertanggung
jawab.
Sumber:
Syamsir. 2009. Buku
Ajar Pendidikan kewarganegaraan. Padang: UNPPress.
Kaelan, dan Zubaidi, Achmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Winarno. 2006. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Bumi Aksara
4.
Komponen-Komponen Yang terlibat Dalam Menegakkan Negara Hukum
Negara Indonesia adalah Negara
Hukum. Hal ini tertuang secara jelas dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 perubahan
ketiga yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Artinya, Negara
Kesatuan republik Indonesia
adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar kekuasaan (machtstaat),
dan pemerintahan berdasarkan system konstitusi (hukum dasar), bukan absolutism
(kekuasaan yang tidak terbatas).
Di
era reformasi salah satu tuntutan masyarakat adalah menegakkan supremasi yang
menjadikan hukum sebagai panglima. Orientasi impletasi penegak hukum (law
enforcement) secara tegas dan konsisten dan setiap pelanggaran harus
diselesaikan melalui prosedur hukum yang berlaku.
Artinya masyarakat kekuasaan pemerintah dan negara untuk tunnduk pada hukum
tanpa adanya diskriminatif dan segala permasalahan hukum wajib diselesaikan
melalui prosedur hukum yang berlaku. Menegakkan supremasi hukum adalah
melaksanakan penegakan hukum secara tegas konsekuen dan konsisten dalam segala
bentuk permasalahan hukum baik hukum pidana maupun hukum perdata.
Namun
demikian untuk menegakkan Negara dengan hukum yang berkeadilan dan kebenaran
melibatkan komponen:
1.
Badan-badan kehakiman yang kokoh kuat, adil,
dan bijaksana yang tidak mudah dipengaruhi oleh lembaga-lembaga lainnya.
2.
Pemimpin eksekutf (presiden) yang diwajibkan
bekerja sama dengan badan-badan kehakiman untuk menjamin penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dan sehat serta bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
3.
Aparat penegak hukum ( TNI dan POLRI),
berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002 yang mengemban amanat demokrasi, yang
melayani masyarakat serta memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia.
4.
Rakyat yang dituntut untuk mengabdi kepada
kepentingan nasional, dengan mentaati hukum yang berlaku di Indonesia.
Kenapa Negara hukum bisa dipisahkan dengan HAM?
Sedangkan HAM tidak bisa dipisahkan dengan Negara hukum.
Negara hukum berkaitan dengan hak
asasi manusia. Sebab, salah satu ciri dari Negara hukum adalah adanya jaminan
atas hak asasi manusia. Oleh karena itu, Negara hukum bertanggung jawab atas
perlindungan dan penegakkan hak asasi warganya. Namun Negara hukum bisa
dipisahkan dengan hak asasi manusia apabila tidak adanya pengakuan dan
perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan di bidang politik, hukum,
social, ekonomi dan kebudayaan. Serta adanya peradilan yang dipengaruhi oleh
kekuasaan atau kekuatan lain yang memihak.
Contohnya: Apabila
seorang pejabat Negara yang korupsi
puluhan miliaran yang merugikan uang Negara diberikan hukuman yang tidak sesuai
dengan perbuatan jahatnya seperti di rumah tahanan diberikan fasilitas yang
mewah, bisa keluar masuk dari tahanan karena adanya suatu kekuatan yaitu
kekuatan “uang”. Sebaliknya seorang warga biasa yang ketahuan mencuri seekor
kambing, oleh pengadilan diberikan hukuman yang sama dengan para koruptor
bahkan di sel tahanan dia disiksa. Ini berarti pelanggaran HAM pasal 28 D.
karena menurut saya hukum di Indonesia hanya menjalankan yang tertulis bukan
memahaminya dengan perasaan.
Sumber:
Kaelan, dan Zubaidi, Achmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Syamsir. 2009. Buku Ajar
Pendidikan kewarganegaraan. Padang: UNPPress.
Winarno. 2006. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Bumi Aksara
Toko Mesin · Jual Mesin · Susu Listrik · Portal Belanja Mesin Makanan, Pertanian, Peternakan & UKM · CP 0852-576-888-55 / 0856-0828-5927
BalasHapus