PENGERTIAN
PSIKOLOGI DAN PERILAKU
Pengertian
Psikologi
Psikologi
berasal dari perkataan yunani psyche yang artinya jiwa dan logos yang artinya
ilmu pengetahuan. Jadi, secara etimologi psikologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang jiwa. Baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar
belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa.
Berbicara
tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dan
jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang keberadaannya bergantung pada hidup
jasamani dan menimbulkan perbuatan badaniah ( organik behavior ) yaitu
perbuatan yang ditimbulkan oleh proses belajar. Misalnya insting, refleks,
nafsu, dan sebagainya. Jka jasmanah mati maka mati pula nyawanya.
Sedangkan
jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak
dan pengatur bagi seluruh perbuatan-perbuatan pribadi ( personal behavior ).
Perbuatan pribadi adalah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang
dimungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah,sosial dan lingkungan.
Pengertian menurut para ahli :
“Psikologi adalah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia” ( Dr. Singgih dirgunarsa )
“ Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir “ ( Plato dan Aristoteles )
Menurut Pendapat saya Psikologi adalah : ilmu yang
mempelajari tentang emosi, perasaan, pikiran, dan keinginan-keinginan manusia.
Pengertian
Perilaku
“Perilaku adalah suatu respon organisme
atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut “ (
soekidjo,N,1993 :58)
“Perilaku adalah tindakan atau perilaku
suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari” ( Robert
kwik,1974)
Menurut
pendapat saya Perilaku itu adalah : suatu perbuatan yang dilakukan oleh suatu
individu baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya.
SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN PSIKOLOGI
Jiwa manusia sejak zaman Yunani
telah menjadi topik pembahasan filosof, namun psikologi sebagai ilmu yang
terdiri sendiri baru dimulai pada tahun 1879 ketika Wilhem Wundt ( 1832-1920)
mendirikan laboratorium pertama di kota Leipzig, Jerman. Secara garis besarnya
sejarah psikologi dapat dibagi dalam dua tahap utama, yaitu masa sebelum dan
masa sesudah menjadi ilmu yang berdiri sendiri.
Sebelum tahun 1879, jiwa dipelajari
oleh para ahli filsafat dan para ahli ilmu fasal (pshiologi) sehingga psikologi
dianggap sebagai bagian dari kedua ilmu tersebut. Para ahli filsafat kuno Plato
(427-347 SM ) Aristoteles ( 384-322 SM),
dan Socrates ( 469-399), telah memikirkan hakikat jiwa dan gejala-gejalanya.
Pada abad pertengahan, psikologi masih merupakan bagian dari filsafat sehingga
objeknya tetap hakikat jiwa dan metodenya masih menggunakan argumentasi logika.
Pada masa sebelumnya masalah kejiwaan dibahas pula oleh para ulama islam
seperti Imam Al Gazali (wafat 505 H ). Imam Fachruddin Ar-Raazi (wafat 606 H),
Al Junaid bagdad ( wafat 298 H ), Al ‘Asyari (wafat 324 H).
Masa sesudah psikologi menjadi ilmu
yang berdiri sendiri merupakan masa di mana gejala kejiwaan dipelajari secara
tersendiri dengan metode ilmiah, terlepas dari filsafat dan ilmu faal. Gejala
kejiwaan dipelajari secara lebih sistematis dan objektif.
PSIKOLOGI DI INDONESIA
Psikologi merupakan ilmu yang
relatif masih sangat muda di indonesia. Sebelum perang dunia II, psikologi
belum banyak di kenal di Indonesia, hanya kalangan yang sangat terbatas sekali
yang menaruh sedikit minat terhadap psikologi ini. Sarjana psikologi belum ada
satu orang pun. Mereka yang tertarik berasal dari kalangan kedokteran dan
pendidikan sebagai ilmu pendukungnya. Tokohnya adalah Prof.R.Slamet Iman
Santoso. Guru besar psikiater dan neurologi pada fakultas kedokteran
Universitas Indonesia.
Dasar pemikiran Prof. Slamet Iman
Santoso untuk mendirikan pendidikan psikologi di Indonesia adalah Indonesia
adalah negara yang sedang berkembang terus menerus akan membutuhkan orang-orang
untuk mengisi suatu jabatan baru. Untuk itu dperlukan orang-orang yang
mempunyai kemampuan yang tepat dalam jabatan itu. Sebagai langkah pertama Prof.
Slamet Iman Santoso mengusulkan mengadakan pengukuran IQ pada beberapa sekolah
untuk menseleksi calon-calon murid baru. Usul ini mendapat respn positif dari
Para Guru, pendidik dan Kementrian pendidikan pada waktu itu.
Pada awal tahun lima puluhan lembaga
ini mulai terus meningkat sehingga Prof. Slamet Iman Santoso, secara resmi
membuka lembaga sarjana psikologi yang pertama di Indonesia di lingkungan Universitas
Indonesia. Sementara itu fungsi psikologi di Indonesia telah berkembang tidak
hanya mengukur IQ tetapi juga meluas ke bidang lainnya. Sehingga sekarang ini
Fakultas Psikologi UI sudah menjadi lima bagian cabang psikologi yaitu :
psikologi anak dan perkembangan, psikologi kejuruan dan perusahaan, psikologi
sosial dan psikologi eksperimen.
Sementara itu di Yogyakarta, berawal
dari fakultas pendidikan, maka fakultas psikologi UGM mulai menitik beratkan
studinya dalam psikologi pendidikan dan pengajaran, tokohnya seperti
Prof.Drs.Sutrisno. Pada waktu itu, dengan semakin luasnya pendidikan psikologi
di Indonesia, maka Depdikbud mendirikan sub Konsersium psikologi yang merupakan
suatu badan penasehat bagi Mentri Depdikbud dan terdiri dari utusan-utusan
ketiga fakultas psikologi secara rasional.
CABANG-CABANG PSIKOLOGI
Terdiri atas bermacam-macam, antara
lain :
v Psikologi perkembangan, yaitu
psikologi yang membicarakan psikis manusia dari masa bayi sampai masa tua.
v Psikologi sosial, yaitu psikologi yang secara
khusus membicarakan tentang tingkah laku atau aktivitas-aktivitas manusia dalam
hubungannya dengan situasi sosial.
v Psikologi Pendidikan, yaitu
psikologi menguraikan aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi
pendidikan.
v Psikologi kepribadian dan Tipologi, yaitu psikolgi
yang menguraikan tentang struktur pribadi manusia.
v Psikopatologi, yaitu psikologis yang menguraikan
mengenai keadaan psikis yang tak normal ( abnormal )
v Psikologi kriminal, yaitu psikologi yang khusus
berhubungan dengan soal kejahatan atau kriminalitas.
v Psikologi perusahaan, yaitu
psikologi yang khusus berhubungan dengan soal-soal perusahaan.
Sumber :
Fauzi, Ahmad. 1999. Psikologi Umum.
Bandung : CV Pustaka Setia
Muchtar,suharti,mimi. 1999. Psikologi
umum. Padang : IB Press
http//qym7882.blogspot.com/2009/04/pengertian-perilaku.html
Memudarnya Identitas Nasional dalam Masyarakat Indonesia
I.Pengertian Identitas Nasional
Identitas berarti ciri-ciri,
sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga
menunjukkan suatu keunikannya serta
membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal
dari katanati on yang memiliki arti bangsa,
menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural
tertentu yang memiliki semangat,
cita-cita, tujuan serta ideologi bersama. Jadi, yang dimaksud
dengan identitas nasional adalah
ciri-ciri, kepribadian, atau jati diri yang dimiliki oleh suatu
bangsa yang membedakannya dengan
bangsa lain di dunia.
Identitas nasional pada hakikatnya
merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam berbagai
aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas.
Dengan ciri-ciri khas tersebut,
suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan
kehidupannya.
II. Identitas Nasional Negara Kita
Indonesia adalah negara besar.
Negara dengan pulau terbanyak di dunia (17.504),
lebih dari 300 suku bangsa, serta tidak
kurang dari 200 bahasa daerah dengan 67 bahasa induk.
Jumlah penduduk Indonesia menurut
BPS pada tahun 2009 ini berjumlah 231 juta jiwa.
Bangsa Indonesia merupakan bangsa
yang plural dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah
pemersatu bangsa kita.
Apa identitas bangsa Indonesia
sesungguhnya? Pertanyaan ini penting untuk menilai
keberadaan bangsa Indonesia yang
terus membangun identitasnya. Bangsa yang terbentuk
dari berbagai kelompok, dalam proses
integrasinya, tentu berusaha hidup dengan identitas
kebangsaan yang mengatasi identitas
primordialnya. Di sinilah terletak urgensi dari
pertanyaan di atas. Jika Indonesia
bukan Jawa, bukan Ambon, bukan Batak, bukan Madura,
bukan Sunda, bukan Dayak, bukan
Islam, bukan Kristen, bukan Hindu, bukan Buddha, bukan
Konghucu, dst. Indones ia itu apa? Dari telaah identitas Indonesia dengan paham
nasionalnya,
maka Indonesia adalah semuanya.
Integrasi dari semuanya adalah Indonesia, tanpa harus
mengeliminir satu kelompok, dan
tanpa didominasi oleh satu kelompok. Proses interaksi antar
kelompok dalam prinsip kesetaraan
akan menghasilkan sebuah identitas Indonesia. Minimal
ciri-ciri utama yang melekat sebagai
identitas nasional Indonesia adalah:
Rosalinda
Borneo Tribune, Pontianak
Di era reformasi salah satu tuntutan masyarakat adalah menegakkan supremasi yang menjadikan hukum sebagai panglima. Orientasi impletasi penegak hukum (law enforcement) secara tegas dan konsisten dan setiap pelanggaran harus diselesaikan melalui prosedur hukum yang berlaku.
Itulah isu strategis yang dikupas dalam workshop aparatur berspektif pers, Sabtu (28/2), di Hotel Gajahmada Pontianak.
Sudah sepuluh tahun perjalanan reformasi, namun demokratisasi dan transparansi masih jauh dari harapan bersama. Salah satu tuntutan masyarakat bahwa agenda yang harus dilaksanakan adalah penegakkan supremasi hukum. Menegakan supremasi hukum yaitu menempatkan hukum sebagai patokan tertinggi (panglima) dalam tingkah laku kehidupn masyarakat, bebangsa dan bernegara.
Artinya masyarakat kekuasaan pemerintah dan negara untuk tunnduk pada hukum tanpa adanya diskriminatif dan segala permasalahan hukum wajib diselesaikan melalui prosedur hukum yang berlaku. Menegakkan supremasi hukum adalah melaksanakan penegakan hukum secara tegas konsekuen dan konsisten dalam segala bentuk permasalahan hukum baik hukum pidana maupun hukum perdata.
Peran dan keberadaan pers dalam menegakan supermasi hukum di era reformasi. Artidjo Alkostar, dalam makalahnya mengatakan keberadaan pers sejatinya merupakan kebutuhan asasi setiap insan dan komunitas masyarakat, karena dengan adanya pers masyarakat dapat memperoleh informasi, melakukan kontrol sosial dan menyatakan pendapatnya.
Dengan demikian keberadaan pers berkorelasi dengan penegakan HAM, akan mencegah timbulnya pratik ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi dan hukum. Ketidakadilan, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi dan segala benntuk kejahatan akan selalu memperlemah dan merugikakn masyarakat dan negara. Kuatnya kontrol sosial pers akan mempererat kohesi sosial masyarakat Indonesia yang majemuk dalam etnis dan plural dalam agama.
Untuk menegakkan keadilan dan kebenaran menuju kesejahteraan umum, dan mencerdaskakn kehidupan bangsa. Dari landasan ini lahirnya UU Pers No. 40 Tahun 1999, terlihat bahwa keberadaan pers yang bebas, merupakan kebutuhan asasi dalam suatu negara demokrasi. Merawat demokrasi yang telah dicapai setelah Orde Baru merupakan kewajiban asasi segenap komponen bangsa.
Berdasarkan surat edaran MA tanggal 30 Desember 2008, bagi pelindungan pers, Atmakusumah Astraatmadja, mengatakan, bahwa inti edaran itu hanya dua alenia, yakni berupa anjuran kepada ketua pengadilan agar meminta keterangan saksi ahli dari Dewan Pers dalam memproses delik pers. Alsannya karena merekalah yang lebih mengetahui seluk beluk pers tersebut secara teori dan praktik.
Dengan demikian meminta kesaksian ahli di bidang pers dari Dewan Pers, MA berharap akan memperolah gambaran objektif tentang ketentuan yang berhubungan UU pers. Walau sederhana, namun surat edaran ini mencerminkan prakarsa-prakarsa Dewan Pers selama ini untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang arti dan kedudukan pers sebagai tempat bagi semua pihak untuk menyampaikan aspirasi.
Untuk itulah peran aparat hukum dalam perselisihan pers sangat diperlukakan, menurut Bayu Wicaksono, sejak tahun 2003, tepatnya selesai perselisihan pemberitaan antara Majalah Tempo dengan pengusaha Tomy Winata, perselisihan pemberitaan marak di seantero Nusantara. Perselisihan ini adalah hukum pidana dan perdata, sehingga peran penegak hukum (Hakim, Kejaksaan dan Kepolisian) sangat vital. Mereka tidak hanya berperan dalam law enfforcement tetapi juga dalam memberikan penyadaran akan pentingnya menegakkan supremasi hukun.
Untuk itu, para penegak hukum harus mengerti benar bagaiman menempatkan pers sebagai pilar demokrasi. Sebagai konsekuensinya, penegak hukum harus menjaga kebebasan pers dengan pendekatan UU Pers dalam menyelesaikan sengketa pers. Karenanya diperlukan keahlian (skill) dan kemauan (will) serta cara pandang yang sama dalam menghadapi persoalan pers.
Menurut Bayu, ada tiga hal yang biasa terjadi dalam masalah pers. Kekerasan fisik, gugatan perdata, dan pidana. Bila sebelumnya orang lebih sering menggunakan kekerasan fisik ketika mereka berhadapan dengan pers.
”Tren kekerasan fisik naik menjelang Pemilu. Kini masyarakat lebih banyak menggunakan aparat hukum dan menggunakan aparat, untuk memojokkan pers,” kata Bayu.
Repotnya lagi, ketika membuat BAP, mekanisme hak jawab tidak dilakukan. Aparat menganggap mereka punya Protap sendiri. ”Nah, begitu sampai di pengadilan, biasanya kasus itu tak bisa dilanjutkan, karena hal itu dianggap tak lengkap,” kata Bayu.
Borneo Tribune, Pontianak
Di era reformasi salah satu tuntutan masyarakat adalah menegakkan supremasi yang menjadikan hukum sebagai panglima. Orientasi impletasi penegak hukum (law enforcement) secara tegas dan konsisten dan setiap pelanggaran harus diselesaikan melalui prosedur hukum yang berlaku.
Itulah isu strategis yang dikupas dalam workshop aparatur berspektif pers, Sabtu (28/2), di Hotel Gajahmada Pontianak.
Sudah sepuluh tahun perjalanan reformasi, namun demokratisasi dan transparansi masih jauh dari harapan bersama. Salah satu tuntutan masyarakat bahwa agenda yang harus dilaksanakan adalah penegakkan supremasi hukum. Menegakan supremasi hukum yaitu menempatkan hukum sebagai patokan tertinggi (panglima) dalam tingkah laku kehidupn masyarakat, bebangsa dan bernegara.
Artinya masyarakat kekuasaan pemerintah dan negara untuk tunnduk pada hukum tanpa adanya diskriminatif dan segala permasalahan hukum wajib diselesaikan melalui prosedur hukum yang berlaku. Menegakkan supremasi hukum adalah melaksanakan penegakan hukum secara tegas konsekuen dan konsisten dalam segala bentuk permasalahan hukum baik hukum pidana maupun hukum perdata.
Peran dan keberadaan pers dalam menegakan supermasi hukum di era reformasi. Artidjo Alkostar, dalam makalahnya mengatakan keberadaan pers sejatinya merupakan kebutuhan asasi setiap insan dan komunitas masyarakat, karena dengan adanya pers masyarakat dapat memperoleh informasi, melakukan kontrol sosial dan menyatakan pendapatnya.
Dengan demikian keberadaan pers berkorelasi dengan penegakan HAM, akan mencegah timbulnya pratik ketidakadilan dalam kehidupan politik, ekonomi dan hukum. Ketidakadilan, penyalahgunaan kekuasaan, korupsi dan segala benntuk kejahatan akan selalu memperlemah dan merugikakn masyarakat dan negara. Kuatnya kontrol sosial pers akan mempererat kohesi sosial masyarakat Indonesia yang majemuk dalam etnis dan plural dalam agama.
Untuk menegakkan keadilan dan kebenaran menuju kesejahteraan umum, dan mencerdaskakn kehidupan bangsa. Dari landasan ini lahirnya UU Pers No. 40 Tahun 1999, terlihat bahwa keberadaan pers yang bebas, merupakan kebutuhan asasi dalam suatu negara demokrasi. Merawat demokrasi yang telah dicapai setelah Orde Baru merupakan kewajiban asasi segenap komponen bangsa.
Berdasarkan surat edaran MA tanggal 30 Desember 2008, bagi pelindungan pers, Atmakusumah Astraatmadja, mengatakan, bahwa inti edaran itu hanya dua alenia, yakni berupa anjuran kepada ketua pengadilan agar meminta keterangan saksi ahli dari Dewan Pers dalam memproses delik pers. Alsannya karena merekalah yang lebih mengetahui seluk beluk pers tersebut secara teori dan praktik.
Dengan demikian meminta kesaksian ahli di bidang pers dari Dewan Pers, MA berharap akan memperolah gambaran objektif tentang ketentuan yang berhubungan UU pers. Walau sederhana, namun surat edaran ini mencerminkan prakarsa-prakarsa Dewan Pers selama ini untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang arti dan kedudukan pers sebagai tempat bagi semua pihak untuk menyampaikan aspirasi.
Untuk itulah peran aparat hukum dalam perselisihan pers sangat diperlukakan, menurut Bayu Wicaksono, sejak tahun 2003, tepatnya selesai perselisihan pemberitaan antara Majalah Tempo dengan pengusaha Tomy Winata, perselisihan pemberitaan marak di seantero Nusantara. Perselisihan ini adalah hukum pidana dan perdata, sehingga peran penegak hukum (Hakim, Kejaksaan dan Kepolisian) sangat vital. Mereka tidak hanya berperan dalam law enfforcement tetapi juga dalam memberikan penyadaran akan pentingnya menegakkan supremasi hukun.
Untuk itu, para penegak hukum harus mengerti benar bagaiman menempatkan pers sebagai pilar demokrasi. Sebagai konsekuensinya, penegak hukum harus menjaga kebebasan pers dengan pendekatan UU Pers dalam menyelesaikan sengketa pers. Karenanya diperlukan keahlian (skill) dan kemauan (will) serta cara pandang yang sama dalam menghadapi persoalan pers.
Menurut Bayu, ada tiga hal yang biasa terjadi dalam masalah pers. Kekerasan fisik, gugatan perdata, dan pidana. Bila sebelumnya orang lebih sering menggunakan kekerasan fisik ketika mereka berhadapan dengan pers.
”Tren kekerasan fisik naik menjelang Pemilu. Kini masyarakat lebih banyak menggunakan aparat hukum dan menggunakan aparat, untuk memojokkan pers,” kata Bayu.
Repotnya lagi, ketika membuat BAP, mekanisme hak jawab tidak dilakukan. Aparat menganggap mereka punya Protap sendiri. ”Nah, begitu sampai di pengadilan, biasanya kasus itu tak bisa dilanjutkan, karena hal itu dianggap tak lengkap,” kata Bayu.
HAK ASASI MANUSIA
Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak
yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha
Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di
dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu
dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat
dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di
dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti dengan hak-haknya itu
dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat
dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
Pada
hakikatnya Hak Asasi Manusia terdiri atas dua hak dasar yang paling
fundamental, ialah hak persamaan dan hak
kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar
ini, hak asasi manusia lainnya sulit akan ditegakkan.
Mengingat begitu pentingnya proses
internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia bagi
setiap orang yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka suatu pendekatan historis
mulai dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai dengan perkembangan saat ini perlu
diketahui oleh setiap orang untuk lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan
hak asasi orang lain.
setiap orang yang hidup bersama dengan orang lainnya, maka suatu pendekatan historis
mulai dari dikenalnya Hak Asasi Manusia sampai dengan perkembangan saat ini perlu
diketahui oleh setiap orang untuk lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan
hak asasi orang lain.
IDENTITAS NASIONAL INDONESIA
Oleh
kibaw90
Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat
pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya
dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti
bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki
semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama.Jadi, Identitas Nasional Indonesia
adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya
dengan bangsa-bangsa lain di dunia. dentitas Nasional Indonesia meliputi
segenap yang dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain
seperti kondisi geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, demografi atau
kependudukan Indonesia, ideolgi dan agama, politik negara, ekonomi, dan
pertahanan keamanan.Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Moto nasional Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal” atau “kesatuan dalam keragaman”. Hal ini diciptakan oleh para pemimpin Republik yang baru diproklamasikan pada tahun 1945 dan tantangan politik adalah sebagai benar mencerminkan hari ini seperti yang lebih dari 50 tahun yang lalu. Karena meskipun setengah abad menjadi bagian dari Indonesia yang merdeka telah menimbulkan perasaan yang kuat tentang identitas nasional di lebih dari 13.000 pulau-pulau yang membentuk kepulauan, banyak kekuatan lain yang masih menarik negara terpisah. Deklarasi kemerdekaan mengikuti proses yang lambat penjajahan Belanda yang dimulai pada abad ke-17 dengan penciptaan VOC Belanda.
Saat itu rempah-rempah yang menarik para pedagang Eropa untuk koleksi pulau-pulau kecil di tempat yang sekarang Eastern Indonesia. Belanda memonopoli perdagangan dan dari sana memperluas pengaruh mereka – terutama melalui pemerintahan tidak langsung – di koleksi kesultanan dan kerajaan yang independen yang membentuk daerah itu. Kesatuan politik di bawah Belanda hanya dicapai pada awal abad ini, meninggalkan identitas regional yang kuat utuh.
Menghadapi identitas nasional
Bangsa Indonesia sendiri masih kesulitan dalam menghadapi masalah bagaimana untuk menyatukan negara yang mempunyai lebih dari 250 kelompok etnis, yang memiliki pengalaman dari Belanda bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
Sukarno, yang menjadi presiden pertama dari Republik, adalah seorang nasionalis tertinggi. Dialah yang menciptakan ideologi nasional Indonesia Pancasila dirancang untuk mempromosikan toleransi di antara berbagai agama dan kelompok-kelompok ideologis. Penyebaran bahasa nasional – Bahasa Indonesia – juga membantu menyatukan multi-bahasa penduduk.
Selama ini
masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat
memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional
Indonesia. Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada
suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan
hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa,
menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat,
cita-cita, tujuan serta ideologi bersama. Jadi, yang dimaksud dengan Identitas
Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang
membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Uraiannya mencakup
:1.identitas manusia Manusia merupakan makhluk yang multidimensional, paradoksal
dan monopluralistik. Keadaan manusia yang multidimensional, paradoksal dan
sekaligus monopluralistik tersebut akan mempengaruhi eksistensinya. Eksistensi
manusia selain dipengaruhi keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai-nilai
yang dianutnya atau pedoman hidupnya. Pada akhirnya yang menentukan identitas
manusia baik secara individu maupun kolektif adalah perpaduan antara
keunikan-keunikan yang ada pada dirinya dengan implementasi nilai-nilai yang
dianutnya.2.identitas nasionalIdentitas nasional Indonesia bersifat pluralistik
(ada keanekaragaman) baik menyangkut sosiokultural atau religiositas. -
Identitas fundamental/ ideal = Pancasila yang merupakan falsafah bangsa.-
Identitas instrumental = identitas sebagai alat untuk menciptakan Indonesia
yang dicita-citakan. Alatnya berupa UUD 1945, lambang negara, bahasa Indonesia,
dan lagu kebangsaan.- Identitas religiusitas = Indonesia pluralistik dalam
agama dan kepercayaan.- Identitas sosiokultural = Indonesia pluralistik dalam
suku dan budaya.- Identitas alamiah = Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia.3.Nasionalisme IndonesiaNasionalime merupakan situasi
kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada
negara bangsa. Nasionalisme sangat efektif sebagai alat merebut kemerdekaan
dari kolonial. Nasionalisme menurut Soekarno adalah bukan yang berwatak
chauvinisme, bersifat toleran, bercorak ketimuran, hendaknya dijiwai oleh
nilai-nilai Pancasila.4. Integratis NasionalMenurut Mahfud M.D integrai
nasional adalah pernyataan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masayarakat
menjadi suatu keseluruhan yang lebih untuh , secara sederhana memadukan
masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Untuk
mewujudkan integrasi nasional diperlukan keadilan, kebijaksanaan yang
diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membersakan SAR. Ini perlu dikembangkan
karena pada hakekatnya integrasi nasional menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan
dan persatuan bangsa.KesimpulanIdentitas Nasional Indonesia adalah sifat-sifat
khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama dan pulau-pulau yang
dipisahkan oleh lautan. Oleh karena itu, nilai-nilai yang dianut masyarakatnya
pun berbeda-beda. Nilai-nilai tersebut kemudian disatupadukan dan diselaraskan
dalam Pancasila. Nilai-nilai ini penting karena merekalah yang mempengaruhi
identitas bangsa. Oleh sebab itu, nasionalisme dan integrasi nasional sangat
penting untuk ditekankan pada diri setiap warga Indonesia agar bangsa Indonesia
tidak kehilangan identitas.
Pengertian Identifas nasional
Dilihat dari segi bahasa identitas
berasal dari bahasa inggris yaitu identity yang dapat diartikan sebagai
ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri. Ciri-ciri adalah suatu yang menandai
suatu benda atau orang. Jadi identity atau identitas atau jati diri dapat
memiliki dua arti :
- Identitas atau jati diri yang menunjuk pada ciri-ciri yang melekat pada diri seseorang atau sebuah benda.
- Identitas atau jati diri dapat berupa surat keterangan yang dapat menjelaskan pribadi seseorang dan riwayat hidup seseorang.
Sedangkan nasional berasal dari bahas inggris “national” yang dapat diartikan sebagai warga negara atau kebangsaan. Jadi identitas nasional berasal dari kata “national identity” yang dapat diartikan sebagai kepribadian nationa atau jati diri national. Kepribadian nasional atau jati diri nasional adalah jati diri yang dimiliki oleh suatu bangsa.
indentitas nasional terbentuk sebagai rasa bahwa bangsa indonesia mempunya pengalaman bersama, sejarah yang sama dan penderitaan yang sama dan penderitaan yang sama. Identitas nasional diperlukan dalam interaksi karena di dalam setiap interaksi para pelaku interaksi mengambil suatu posisi dan berdasarkan posisi tersebut para pelaku menjalankan peranan-peranannya sesuai dengan corak interaksi yang berlangsung, maka dalam berinteraksi seorang berpedoman kepada kebudayaannya. Jika kebudayaan di katakan bagian dari identitas nasional maka kebudayaan itu juga dapat dijadikan pedoman bagi manusia untuk berbuat dan bertingkah laku.
Bahasa
merupakan dasar untuk membentuk kecerdasan manusia. Mendiknas Bambang Sudibyo
mengatakan, tanpa kompetensi bahasa maka kita tidak mempunyai kecerdasan yang
manusiawi. Ilmu pengetahuan tidak mungkin disebarluaskan, dinikmati, dan
dipahami secara bersama-sama.
“Bisa
dibayangkan sekarang kalau seandainya manusia itu tidak berbahasa maka semua
pemahaman dan penghayatan atas realitas kehidupan itu murni bersifat intuitif
dan subyektif. Antara pengalaman dan pengetahuan hampir-hampir tidak ada
bedanya. Jadi begitu fundamentalnya permasalahan bahasa itu,” kata Mendiknas
dalam sambutannya saat membuka Kongres IX Bahasa Indonesia Internasional di
Hotel Bumi Karsa, Bidakara, Jakarta , Selasa (28/10/2008).
Hadir
pada acara Sekretaris Jenderal Depdiknas Dodi Nandika, Direktur Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas Baedhowi, Inspektur
Jenderal Depdiknas M.Sofyan, dan Kepala Pusat Informasi dan Humas Depdiknas
M.Muhadjir. Kongres juga dihadiri sebanyak 1.100 peserta terdiri atas para
pakar berbagai bidang ilmu, pengambil kebijakan, pendidik, tokoh masyarakat,
pelajar, mahasiswa, wakil organisasi profesi, praktisi, dan pencinta bahasa dan
sastra Indonesia dari seluruh Indonesia.
Pada
kongres yang mengangkat tema Bahasa Indonesia Membentuk Insan Indonesia Cerdas
Kompetitif di Atas Fondasi Peradaban Bangsa ini turut hadir para pakar dan
penyelenggara pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA) dari
berbagai wilayah di luar negeri.
Menurut
Mendiknas, jika bahasa Indonesia ingin berkembang maka bahasa Indonesia harus
tetap fungsional. Mampu untuk memberikan simbol dari berbagai macam arti dan
berbagai macam realitas dalam kehidupan ini, baik itu kehidupan sosial, budaya,
ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan. “Salah satu sebab kenapa kita kurang
berjaya di bidang ekonomi karena kita kurang serius di dalam menjadikan bahasa
Indonesia sebagai indentitas suatu bangsa,” katanya.
Mendiknas
menyampaikan, perkembangan bahasa Indonesia tampak pada pesatnya penambahan
kata dan istilah dalam bahasa Indonesia . Di sisi lain, kata dia, telah terjadi
perubahan sikap masyarakat terhadap bahasa Indonesia . “Rasa kebanggaan
terhadap bahasa Indonesia yang telah menempatkan bahasa itu sebagai lambang
jati diri bangsa Indonesia telah menurun,” ungkapnya.
Sikap
sebagian masyarakat itu, kata Mendiknas, tampak pada penggunaan bahasa di ruang
publik di kota-kota besar di wilayah Indonesia . Di samping itu, juga, sebagian
masyarakat memilih penggunaan bahasa asing atau bahasa daerah yang tidak pada
tempatnya. Sebagian media publikasi pun, lanjut Mendiknas, turut dalam arus
itu.
Mendiknas
mencontohkan, penulisan judul buku, film, atau sinetron menggunakan bahasa
asing. Padahal, kata Mendiknas, isinya dalam bahasa Indonesia . “Meskipun
demikian, patut saya tegaskan di sini bahwa pembangunan bangsa melalui politik
identitas bukan berarti kita anti terhadap identitas bangsa lain,” ujarnya.
Mendiknas
mengatakan, saat ini yang paling mendesak dilakukan adalah menyediakan
kosa-kata baru terutama terkait perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek). Menurut Mendiknas, perkembangan iptek demikian pesatnya untuk
diterapkan di Indonesia . “Tugas kita untuk mengawal agar proses penambahan
kosa kata ke dalam bahasa Indonesia dari unsur-unsur asing yang mengikuti
aturan yang telah kita bakukan, sehingga bahasa Indonesia tumbuh dengan teratur
dan memiliki sistim logika tersendiri yang konsisten dari waktu ke waktu,”
katanya.
Kepala
Pusat Bahasa Depdiknas Dendy Sugono melaporkan, dalam rangka Tahun Bahasa 2008
telah diadakan berbagai kegiatan dan pemberian penghargaan kepada tokoh
berbahasa terbaik, pemerintah provinsi (Adibahasa), sastrawan, pelestari bahasa
atau sastra daerah, media cetak, penyelenggara BIPA di luar negeri. Adapun
kegiatan yang diselenggarakan yakni, sayembara, lomba, festival, dan pentas
sastra.
Sementara,
kata Dendy, terkait dengan perkembangan bahasa Indonesia di luar negeri, Timor
Leste telah mendirikan Pusat Bahasa dan di Kota Perth, Australia telah berdiri
Balai Bahasa. Selain itu, kata dia, lebih dari 67 negara telah memiliki
perguruan tinggi atau lembaga lain yang mengajarkan bahasa Indonesia . “Setiap
tahun sekitar lima ratus mahasiswa asing masuk Indonesia atas beasiswa Darma
Siswa Departemen Pendidikan Nasional. Sementara itu, sejumlah penyelenggara
pengajaran bahasa Indonesia di luar negeri memerlukan guru atau dosen bahasa
Indonesia sebagai penutur asli,” katanya.***
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Identitas Nasional
Istilah identitas nasional dapat disamakan dengan identitas kebangsaan. Secara etimologis , identitas nasional berasal dari kata “identitas” dan “ nasional”. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau . sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Kata “nasional” merujuk pada konsep kebangsaan. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identiti yang memiliki pengerian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Jadi, pegertian Identitas Nsaional adalah pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila dan juga sebagai Ideologi Negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk disini adalah tatanan hukum yang berlaku di Indonesia, dalam arti lain juga sebagai Dasar Negara yang merupakan norma peraturan yang harus dijnjung tinggi oleh semua warga Negara tanpa kecuali “rule of law”, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban warga Negara, demokrasi serta hak asasi manusia yang berkembang semakin dinamis di Indonesia.
Identitas Nasional Indonesia :
1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia
2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih
3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya
4. Lambang Negara yaitu Pancasila
5. Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
6. Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila
7. Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945
8. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
9. Konsepsi Wawasan Nusantara
10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional
2.2 Unsur-Unsur Identitas Nasional
Unsur-unsur pembentuk identitas yaitu:
1. Suku bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialeg bangsa.
2. Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yan tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong H Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama resmi negara. Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
3. Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
4. Bahasa: merupakan unsure pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahsa dipahami sebagai system perlambang yang secara arbiter dientuk atas unsure-unsur ucapan manusia dan yang digunakan sebgai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut :
· Identitas Fundamental, yaitu pancasila merupakan falsafah bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara
· Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan tata perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”.
· Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (Archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, dan agama, sertakepercayaan.
Menurut sumber lain ( http://goecities.com/sttintim/jhontitaley.html) disebutkan bahwa:
Satu jati diri dengan dua identitas:
1. Identitas Primordial
· Orang dengan berbagai latar belakang etnik dan budaya: jawab, batak, dayak, bugis, bali, timo, maluku, dsb.
· Orang dengan berbagai latar belakang agama: Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha, dan sebagainya.
2. Identitas Nasional
· Suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada padanan sebelumnya.
· Perlu diruuskan oleh suku-suku tersebut. Istilah Identitas Nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.
Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi yang sangat kuat terutama karena pengaruh kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalist Revolution, era globalisasi dewasa ini, ideology kapitalisme yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib, social, politik dan kebudayaan. Perubahan global ini menurut Fakuyama membawa perubahan suatu ideologi, yaitu dari ideologi partikular kearah ideology universal dan dalam kondisi seperti ini kapitalismelah yang akan menguasainya. Dalam kondisi seperti ini, negara nasional akan dikuasai oleh negara transnasional yang lazimnya didasari oleh negara-negara dengan prinsip kapitalisme. Konsekuensinya, negara-negara kebangsaan lambat laun akan semakin terdesak. Namun demikian, dalam menghadapi proses perubahan tersebut sangat tergantung kepada kemampuan bangsa itu sendiri. Menurut Toyenbee, cirri khas suatu bangsa yang merupakan local genius dalam menghadapi pengaruh budaya asing akan menghadapi Challence dan response. Jika Challence cukup besar sementara response kecil maka bangsa tersebut akan punah dan hal ini sebagaimana terjadi pada bangsa Aborigin di Australia dan bangfsa Indian di Amerika. Namun demikian jika Challance kecil sementara response besar maka bangsa tersebut tidak akan berkembang menjadi bangsa yang kreatif. Oleh karena itu agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh tantangan yang cenderung menghancurkan nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali kesadaran nasional.
2.3 Faktor-Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional
1. Faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi:
· Faktor Objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis
· Faktor Subjektif, yaitu faktor historis, social, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia (Suryo, 2002)
2. Menurut Robert de Ventos, dikutip Manuel Castelles dalam bukunya “The Power of Identity” (Suryo, 2002), munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis ada 4 faktor penting, yaitu:
· Faktor primer, mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya.
· Faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembanguanan lainnya dalam kehidupan bernegara.
· Faktor penarik, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional
· Faktor reaktif, pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain.
Faktor pembentukan Identitas Bersama. Proses pembentukan bangsa- negara membutuhkan identitas-identitas untuk menyataukan masyarakat bangsa yang bersangkutan. Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas bersama suatu bangsa, yaitu :
· Primordial
· Sakral
· Tokoh
· Bhinneka Tunggal Ika
· Sejarah
· Perkembangan Ekonomi
· Kelembagaan
Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia sebagai berikut
1. Adanya persamaan nasib , yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan bangsa asing lebih kurang selama 350 tahun
2. Adanya keinginan bersama untuk merdeka , melepaskan diri dari belenggu penjajahan
3. Adanya kesatuan tempat tinggal , yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke
4. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa
Cita- Cita, Tujuan dan Visi Negara Indonesia.
Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan rumusan singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Alenia II Pembukaan UUD 1945 yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Tujuan Negara Indonesia selanjutnya terjabar dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945. Secara rinci sbagai berikut :
1. Melindungi seganap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan Kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi, dan keadilan sosial
Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai , demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa dan berahklak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, mengausai ilmu pengetahuandan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Setelah tidak adanya GBHN makan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka mengenah (RPJM) Nasional 2004-2009, disebutkan bahwa Visi pembangunan nasional adalah :
1. Terwujudnya kehidupan masyarakat , bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai.
2. Terwujudnya masyarakat , bangsa dan negara yang menjujung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak asasi manusia.
3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Identitas Nasional
Istilah identitas nasional dapat disamakan dengan identitas kebangsaan. Secara etimologis , identitas nasional berasal dari kata “identitas” dan “ nasional”. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau . sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Kata “nasional” merujuk pada konsep kebangsaan. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identiti yang memiliki pengerian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Jadi, pegertian Identitas Nsaional adalah pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila dan juga sebagai Ideologi Negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk disini adalah tatanan hukum yang berlaku di Indonesia, dalam arti lain juga sebagai Dasar Negara yang merupakan norma peraturan yang harus dijnjung tinggi oleh semua warga Negara tanpa kecuali “rule of law”, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban warga Negara, demokrasi serta hak asasi manusia yang berkembang semakin dinamis di Indonesia.
Identitas Nasional Indonesia :
1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia
2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih
3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya
4. Lambang Negara yaitu Pancasila
5. Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
6. Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila
7. Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945
8. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
9. Konsepsi Wawasan Nusantara
10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional
2.2 Unsur-Unsur Identitas Nasional
Unsur-unsur pembentuk identitas yaitu:
1. Suku bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialeg bangsa.
2. Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yan tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong H Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama resmi negara. Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
3. Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
4. Bahasa: merupakan unsure pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahsa dipahami sebagai system perlambang yang secara arbiter dientuk atas unsure-unsur ucapan manusia dan yang digunakan sebgai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut :
· Identitas Fundamental, yaitu pancasila merupakan falsafah bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara
· Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan tata perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”.
· Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (Archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, dan agama, sertakepercayaan.
Menurut sumber lain ( http://goecities.com/sttintim/jhontitaley.html) disebutkan bahwa:
Satu jati diri dengan dua identitas:
1. Identitas Primordial
· Orang dengan berbagai latar belakang etnik dan budaya: jawab, batak, dayak, bugis, bali, timo, maluku, dsb.
· Orang dengan berbagai latar belakang agama: Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha, dan sebagainya.
2. Identitas Nasional
· Suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada padanan sebelumnya.
· Perlu diruuskan oleh suku-suku tersebut. Istilah Identitas Nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.
Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi yang sangat kuat terutama karena pengaruh kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalist Revolution, era globalisasi dewasa ini, ideology kapitalisme yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib, social, politik dan kebudayaan. Perubahan global ini menurut Fakuyama membawa perubahan suatu ideologi, yaitu dari ideologi partikular kearah ideology universal dan dalam kondisi seperti ini kapitalismelah yang akan menguasainya. Dalam kondisi seperti ini, negara nasional akan dikuasai oleh negara transnasional yang lazimnya didasari oleh negara-negara dengan prinsip kapitalisme. Konsekuensinya, negara-negara kebangsaan lambat laun akan semakin terdesak. Namun demikian, dalam menghadapi proses perubahan tersebut sangat tergantung kepada kemampuan bangsa itu sendiri. Menurut Toyenbee, cirri khas suatu bangsa yang merupakan local genius dalam menghadapi pengaruh budaya asing akan menghadapi Challence dan response. Jika Challence cukup besar sementara response kecil maka bangsa tersebut akan punah dan hal ini sebagaimana terjadi pada bangsa Aborigin di Australia dan bangfsa Indian di Amerika. Namun demikian jika Challance kecil sementara response besar maka bangsa tersebut tidak akan berkembang menjadi bangsa yang kreatif. Oleh karena itu agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh tantangan yang cenderung menghancurkan nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali kesadaran nasional.
2.3 Faktor-Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional
1. Faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi:
· Faktor Objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis
· Faktor Subjektif, yaitu faktor historis, social, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia (Suryo, 2002)
2. Menurut Robert de Ventos, dikutip Manuel Castelles dalam bukunya “The Power of Identity” (Suryo, 2002), munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis ada 4 faktor penting, yaitu:
· Faktor primer, mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya.
· Faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembanguanan lainnya dalam kehidupan bernegara.
· Faktor penarik, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional
· Faktor reaktif, pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain.
Faktor pembentukan Identitas Bersama. Proses pembentukan bangsa- negara membutuhkan identitas-identitas untuk menyataukan masyarakat bangsa yang bersangkutan. Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas bersama suatu bangsa, yaitu :
· Primordial
· Sakral
· Tokoh
· Bhinneka Tunggal Ika
· Sejarah
· Perkembangan Ekonomi
· Kelembagaan
Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia sebagai berikut
1. Adanya persamaan nasib , yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan bangsa asing lebih kurang selama 350 tahun
2. Adanya keinginan bersama untuk merdeka , melepaskan diri dari belenggu penjajahan
3. Adanya kesatuan tempat tinggal , yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke
4. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa
Cita- Cita, Tujuan dan Visi Negara Indonesia.
Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan rumusan singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Alenia II Pembukaan UUD 1945 yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Tujuan Negara Indonesia selanjutnya terjabar dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945. Secara rinci sbagai berikut :
1. Melindungi seganap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan Kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi, dan keadilan sosial
Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai , demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa dan berahklak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, mengausai ilmu pengetahuandan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Setelah tidak adanya GBHN makan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka mengenah (RPJM) Nasional 2004-2009, disebutkan bahwa Visi pembangunan nasional adalah :
1. Terwujudnya kehidupan masyarakat , bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai.
2. Terwujudnya masyarakat , bangsa dan negara yang menjujung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak asasi manusia.
3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar